Konflik merupakan bagian dari
perputaran siklus kekuasaan yang memang sering terjadi di berbagai daerah.
Semakin kompleksnya masyarakat dan semakin banyaknya pengaruh yang dilakukan
oleh negara-negara kuat di dunia membuat negara bergerak secara dinamis juga.
Kekuasan merupakan hal yang paling mendasar dalam suatu negara. Konflik yang
terjadi di negara Timur Tengah merupakan konflik yang salah satunya
dilatarbelakangi oleh kekuasaan di negara tersebut. Kita tidak bisa memberikan
satu saja alasan yang mengakibatkan terjadinya konflik tersebut. Banyak faktor
yang ada di balik terjadinya suatu konflik di negara
Banyak yang mengatakan Konflik yang
terjadi antara Israel-Palestina diwarnai dengan konflik politik dan konflik
keyakinan. keyakinan bangsa Yahudi
terhadap tanah yang dijanjikan dan harus direbut sebagai bentuk intervensi
Tuhan untuk mengembalikan hak bangsa Yahudi yang telah tertindas. Konsep
teologis tidak dimaksudkan sebagai perang agama yang terjadi antara agama
Yahudi dan Islam yang menjadi pandangan hampir seluruh umat Islam, dan harus
ditegaskan bahwa pandangan semacam ini merupakan pandangan yang keliru.
Sepanjang sejarahnya, konflik antara Yahudi dan Islam atas nama agama belum
pernah terjadi, sungguhpun konflik Israel-Palestina telah berlangsung sejak
enam puluh tahun silam. Sebaliknya.
Konflik antar dua negara ini sudah
menjadi sorotan dunia internasional, hal ini dikarenakan banyaknya korban yang
berjatuhan dari konflik antara Israel-Palestina. Nuansa politik dan agama
sangat dominan dalam konflik ini. Baik itu dari penduduk Israel yang mayoritas
beragama Yahudi maupun penduduk Palestina yang mayoritas beragama Islam.
Tidak sepenuhnya benar pandangan yang
menganggap bahwa konflik Israel-Palestina murni sebagai persoalan politik,
sebab argumentasi teologis – khususnya yang datang dari pihak Yahudi – juga
turut mengambil peranan dalam konflik ini. Pernyataan yang mungkin lebih tepat
adalah, konflik Palestina-Israel merupakan konflik yang bermula dari persoalan
politik dan sedikit melibatkan persoalan teologis. Namun demikian, sekecil
apapun alasan teologis yang melatar belakangi konflik Israel Palestina, tetap
saja alasan tersebut memiliki pengaruh yang besar pada kebijakan-kebijakan
politik yang diambil oleh negara Israel.
Sebagian besar negara yang berkonflik
memiliki pemimpin yang cenderung diktator sehingga warga negara merasa tidak
bisa sepenuhnya berpartisipasi dalam penyelenggaraan negara. Hal inilah yang
membuat ada dorongan kelompok untuk menyampaikan aspirasinya. Jika melalui cara
yang formal dan legal tidak ada tanggapan yang serius dari pemerintahnya maka
cara radikal dengan melakukan unjuk rasa merupakan cara yang menurut sebagian
warga negara akan mendapatkan tanggapan yang pasti dari negara. Seperti yang dilakukan
di Mesir, Libya, dan Tunisia.
Palestina Faktor lain yang dapat
dikemukakan untuk menyiratkan sebuah suku adalah "imajinasi" menjadi
suku. Kelompok A dapat mengambil ke atas diri mereka sendiri dari waktu ke
waktu jubah tribalisme, satu kasus tersebut adalah warga Palestina. Sementara
nama Palestina pada awalnya berasal dari Filistin Alkitab, dan nama provinsi
Romawi, dimaksudkan untuk menghilangkan identifikasi orang-orang Yahudi dari
daerah itu, itu diambil oleh penakluk kemudian, seperti Inggris dan Arab
(Segev, 2001 ). Hal ini telah terjebak sebagai label geografis yang kini telah
diperpanjang sebagai identifikasi suku orang-orang Arab yang dihuni daerah itu,
meskipun mereka adalah identik dalam bahasa, agama dan ras untuk masyarakat
sekitar, khususnya Suriah dan Yordania. Hal ini penting untuk menekankan bahwa
nama Palestina tidak asal Arab. Salah satu alasan untuk negara demokrasi
liberal modern adalah kebutuhan untuk toleransi suku dan hubungan baik, tanpa
yang akan ada perang suku.
konflik yang terjadi antara
Israel-Palestina adalah sebagai permasalahan politik. Penyelesaian konflik
Israel Palestina akan sulit tercapai jika pihak-pihak yang terlibat konflik
tidak mentaati kesepakatan yang telah diambil. Pada aspek politik, langkah
bijak yang tentunya dapat dilakukan adalah mengidentifikasi berbagai persoalan
dari kedua belah pihak untuk mendapatkan kerja sama dengan kepentingan yang
sama dari masing-masing kebijakan politik keduanya. Sementara pada aspek
teologis, dialog merupakan langkah yang tepat dalam menyelesaikan persoalan
keduanya. Langkah-langkah tersebut penulis yakini akan bisa tercapainya
kesepakatan antar kedua Negara untuk berdamai, dengan menggunakan teori
resolusi konflik yang digunakan oleh penulis dinilai sangat sesuai dengan permasalahan
yang ada, sehingga tujuan peredaman konflik antar Negara setidaknya akan
tercapai.